mohammadnafi

Inilah diriku dibalik cermin

Protected by Copyscape plagiarism checker - duplicate content and unique article detection software.
Siapkan diri anda untuk menjadi pribadi yang pantas menerima apa yang anda inginkan. Seorang yang hebat adalah seorang yang sederhana bicaranya, tapi luar biasa dalam bertindak

Senja Ramadhan itu melantunkan irama rindu. Langit di cakrawala memancarkan semburat jingga. Dalam kidung lapar aku bersenandung lirih di sebuah kamar kontrakan yang tak terlalu lebar. Sehabis mandi kebugaranku pulih kembali meski rasa pegal masih menyelinap di setiap sendi tulangku. Matahari juga sudah tampak lelah memancarkan sinar amarahnya dan mulai menyusup ke pelukan senja. Aku sudah siap-siap berangkat ke masjid untuk mengumandangkan adzan maghrib. Di kota ini aku tinggal sendirian. Menyewa sebuah kamar mungil sebagai tempat kos untuk istirahat setelah seharian bekerja mengais rejeki bersama ratusan pedagang asongan dan anak jalanan lainya. Kontrakan ini hanya memiliki tiga buah kamar berjajar yang dindingnya menjadi satu dengan rumah pemiliknya. Kamar paling depan menghadap ke muka sejajar dengan pintu rumah. Dua kamar yang ada di belakang, pintunya mengarah ke samping persis menghadap dinding masjid yang hanya berjarak satu meter. Aku menempati kamar nomor dua, sementara kamar paling depan masih kosong, dan kamar yang paling belakang dipakai gudang oleh pemiliknya. Untuk mencapai pintu kamarku mesti melewati lorong antara dinding masjid dan dinding kamar depan.
Belum selesai aku merapikan baju koko yang kukenakan, sayup-sayup aku mendengar langkah kaki mendekati kamarku. Aku yakin, itu pasti puteri pemilik kontrakan ini. Sebab setiap jam segini ia selalu mengantarkan makanan untuk buka puasa padaku. Usianya kira-kira selisih dua tahun lebih muda dariku. Sejenak anganku berkelana merenungkan gadis itu. Dia adalah gadis pendiam, jika bicara selalu sopan dengan suara yang direndahkan. Wajahnya tidak terbilang cantik, namun memiliki kesan lembut dan bijaksana. Matanya yang teduh selalu tertunduk dan tak pernah liar. Ia adalah puteri bungsu bapak Wahab, pemilik kontrakan itu. Sebenarnya bapak Wahab memiliki empat anak, namun ketiga anaknya yang lain sudah berkeluarga dan tinggal di luar kota. Sudah delapan tahun bapak Wahab menderita penyakit stroke dan tubuh bagian kanannya lumpuh, sementara isterinya sudah meninggal sejak lama. Untuk membiayai hidupnya, bapak Wahab memiliki uang tabungan sisa pesangon dari sebuah perusahaan besar tempatnya bekerja dulu, ditambah kiriman dari ketiga putranya yang ada di luar kota. Bapak Wahab hanya tinggal berdua bersama puteri bungsunya itu.
Tidak mudah tentunya bagi anak muda jaman sekarang yang sanggup melayani orang tua yang sudah uzur dan lumpuh akibat penyakit darah tinggi. Disamping harus dilayani segala sesuatunya, darah tinggi jg membuat seseorang jadi mudah marah. Namun puteri bungsu ini selalu melayani dan patuh kepada perintah sang ayah tanpa pernah melontarkan sepatah katapun jika ayahnya sedang memarahinya tanpa alasan. Gadis yang wajahnya selembut salju itu memancarkan aura iman yang begitu berwibawa. Kerudung yang selalu melekat di kepalanya adalah cermin dari ketaqwaannya dan tak pernah lepas sepanjang hari. Ia bukan wanita yang suka menampakkan diri, dan selalu berada di dalam rumah, tak pernah keluar kecuali jika ada keperluan seperti saat ia harus mengajar alqur'an untuk anak-anak pada sore hari di sebuah TPA, atau ketika belanja keperluan dapur pada pagi hari. Selepas itu jangan harap bisa melihatnya keluar rumah walaupun hanya sekedar di serambi depan. Dalam gerakan yang selalu anggun, gadis itu memiliki pribadi yang agung. Semua orang di kampung menaruh hormat padanya. Di dalam dadanya tersimpan Al-qur'an. Enam ribu enam ratus enam puluh enam ayat ia telah hafal. Meski begitu ia tidak enggan mengajar anak-anak yang masih kecil yang tentu membutuhkan ketelatenan dan kesabaran. Hampir setiap malam aku mendengarnya melantunkan surat-surat Al-qur'an dengan suara lirih dalam keheningan kamarnya yang kebetulan hanya tersekat tembok setebal 15 cm. dengan kamarku. Lantunan Al-qur’an yang samar terdengar itu begitu indah dalam ruang telingaku, karena yang menyuarakannya adalah gadis pendiam yang bicaranya selalu santun penuh tata krama.
Aku tidak habis pikir, pada awal Ramadhan, gadis yang tak suka menampakkan diri itu tiba-tiba mendatangi kamarku dengan membawakan makanan. Dan selanjutnya, itu dilakukannya setiap sore menjelang adzan maghrib. Sebenarnya aku sudah pernah melarangnya, dan bilang padanya, "Kamu tidak harus melakukan ini setiap hari, inikan bukan ibadah wajib!?. aku bisa buka puasa di warungnya Mak Pu', atau di masjid juga sudah disediain makanan untuk jamaah. Jika begini aku jadi merasa merepotkanmu". Tapi gadis itu hanya tersenyum kecil dan menjawab dengan singkat,"Gak apa-apa, ini bapak yang nyuruh kok". Akhirnya aku tak bisa menolaknya lagi, meski sebenarnya hatiku merasa sungkan. Kadang aku sengaja meninggalkan kamarku dan menutup pintunya sampai usai shalat maghrib supaya ia tidak jadi mengantar makanan. Tapi setelah kembali ke kamar, aku dapati makanan itu sudah ditaruh di depan pintu. Gadis ini tidak mau menyerah juga rupanya. Dan itulah yang terkadang membuat aku merasa aneh. Sebab bagiku dia adalah orang asing. Namun, mengapa orang asing ini begitu rutin mengantar makanan padaku? apakah semata hanya karena perintah ayahnya, atau ia memiliki maksud lain?!. Tapi aku tak berani mengartikan yang bukan-bukan atas perlakuan baiknya padaku. Aku anggap ia hanya ingin mendapatkan pahala orang puasa dengan memberikan makanan untuk berbuka bagi orang yang tengah menjalankan puasa.
Dan sore itu ia sudah berdiri di pintu kamar. Kedua tangannya membawa nampan berisi makanan dan segelas es janggel. Aku segera menerimanya dan menaruhnya di meja. Sambil mengembalikan nampan yang sudah kosong, aku bilang padanya bahwa besok aku akan pulang kampung, karena dua hari lagi sudah lebaran. Tak lupa aku ucapkan terima kasih dan titip pesan untuk ayahnya jika aku tak sempat pamit.
Setelah habis lebaran, aku kembali lagi ke kontrakan itu dan menjalankan aktifitas kerja seperti biasanya. Hanya saja kali ini aku merasa sedikit berbeda. Entahlah, tiba-tiba ada rasa yang menggores di hatiku. Ada hal yang tak aku mengerti telah terjadi padaku. Setelah aku masuk dalam kamar yang sudah beberapa pekan aku tinggalkan, aku merasa begitu kosong. "Aku telah rindu ingin melihat gadis itu!". Ya, aku tak bisa membohongi hatiku. Aku memang tidak begitu mengenalnya, aku juga tidak tahu banyak tentang dia, mengapa hatiku tertambat padanya?. Tapi sejak kapan aku merasa begini?. Aku sama sekali tidak pernah menyadarinya. Sebenarnya awal kedatanganku ke kota itu hanya untuk bekerja mengais rejeki. Demi untuk membiayai sekolah kedua adikku yang ada di pesantren. Dan aku hanya fokus pada apa yang aku tuju, dan tak mau terganggu dengan yang selain itu, aku juga tidak pernah peduli dengan gadis manapun termasuk puteri bungsu pemilik kontrakan ini. Tapi sejak momentum bulan Ramadhan itu bayangannya selalu hinggap dan melekat dalam anganku. Hingga seolah-olah ia selalu hadir dalam setiap irama nafasku. Apakah aku telah menjadi seperti Ibnu 'Arabi yang tertarik pada puteri gurunya? sehingga dalam gelora jiwanya yang membuncah itu ia bersyair "Begitu kuatnya kecenderunganku pada seorang gadis, hingga setiap nama yang kusebut, namamulah yang aku kehendaki. setiap gadis yang kutunjuk, dirimulah yang aku kehendaki. Dan setiap kumasuki lorong kampungmu, kuciumi dinding-dindingnya. Bukannya aku mencintai dinding itu, tapi aku mencintai gadis yang ada di balik dinding itu..."

Kini, lima tahun telah berlalu. Sekarang aku berada di sebuah kota kecil, jauh dari kota dimana Karomatul Irofah, gadis yg namanya selalu ada di hatiku itu tinggal bahagia bersama suami dan puteri kecilnya. Di atas kursi kayu, pada sebuah senja yang menyanyikan kidung lapar, aku buka lembar demi lembar cerita cinta antara Fahri dan Aisya dalam kisah ayat-ayat cinta. Setelah usai, kuhirup segelas kopi susu dan kuhisap tembakau, kemudian kuhempaskan asapnya sehingga membentuk gelembung putih yang terbang tanpa sayap menyatu bersama cakrawala. Matahari sudah mulai tenggelam, aku harus segera mandi dan bersiap ke masjid untuk mengumandangkan adzan maghrib."
...
..


Dua tetes air mata jatuh ke sungai
mereka bertemu di muara
kemudian air mata yang satu menyapa,
"Hai, aku adalah airmata dari seorang lelaki yang ditinggal oleh wanita yg bgtu dikaguminya, menikah dengan pria lain. kamu siapa?"
Airmata yang satunya lagi menjawab,
"Aku adalah airmata dari seorang gadis yang telah membiarkan seorang lelaki yang mencintainya dengan tulus, pergi begitu saja."

***

Sang Pengembara Waktu

Foto saya
Mojoroto, Kediri, Jawa Timur, Indonesia
Aku adalah kumpulan materi tersusun dari partikel organik yang menyatu, berkesinambungan dan membentuk sebagai wujud manusia. aku dilahirkan oleh kehidupan dihidupkan oleh air kebahagiaan dibahagiakan oleh kasih sayang dikasih-sayangi oleh penderitaan dan menderita oleh kebodohan. tapi aku bukan manusia bodoh...

Coretan Pengembara Waktu

Kuceburkan kejelekanku dalam sungai keindahan. Tiada kisah yg bisa kusampaikan selain kepedihan. Aku tak perduli apakah orang percaya atau tidak. Dari cahaya-NYA aku mengolah minuman pada cangkir retak ditangan. Dan semua yg kukerjakan, biarlah menguap hangus bersama awan..

Para Sahabat

Blogs I'm Following